A. Teori Relativitas Al-Kindi
Yusuf
Ibnu Ishaq Al-Kindi adalah seorang ilmuwan Muslim jenius yang hidup di era
Dinasti Abbasiyah berkuasa di Baghdad. Tidak kurang dari lima periode khalifah
dilaluinya, yaitu Al-Amin (809-813), Al-Ma’mun (813-833), Al-Mu’tasim
(833-842), Al-Wasiq (842-847), dan Al-Mutawakil (847-861). Kepandaian dan
kemampuannya dalam menguasai berbagai ilmu, termasuk kedokteran, membuatnya
diangkat menjadi guru dan tabib kerajaan. Khalifah juga mempercayainya untuk
berkiprah di Baitul Hikmah yang kala itu gencar menerjemahkan buku-buku ilmu
pengetahuan dari berbagai bahasa, seperti Yunani, Romawi, dan Persia.
Ketika
Khalifah Al-Ma’mun wafat dan digantikan putranya, Al-Mu’tasim, posisi Al-Kindi
semakin diperhitungkan dan mendapatkan peran yang besar. Dia secara khusus
diangkat menjadi guru bagi putranya. Al-Kindi mampu menghidupkan paham
Muktazilah. Berkat peran Al-Kindi pula, paham yang mengutamakan rasionalitas
itu ditetapkan sebagai paham resmi kerajaan.
Menurut Al-Nadhim, selama berkutat dan bergelut
dengan ilmu pengetahuan di Baitul Hikmah, Al-Kindi telah melahirkan 260 karya.
Di antara sederet buah pikirnya itu telah dituangkan dalam risalah-risalah
pendek yang tak lagi ditemukan. Karya-karya yang dihasilkannya menunjukan bahwa
Al-Kindi adalah seorang yang berilmu pengetahuan yang luas dan dalam.Ratusan karyanya itu dipilah ke berbagai bidang, seperti filsafat, logika, ilmu hitung, musik, astronomi, geometri, medis, astrologi, dialektika, psikologi, politik, dan meteorologi. Bukunya yang paling banyak adalah geometri sebanyak 32 judul. Filsafat dan kedokteran masing-masing mencapai 22 judul. Logika sebanyak 9 judul dan fisika 12 judul.
Akhir-akhir
ini, banyak teori bermunculan bahwa Al-Kindi adalah pencetus teori relativitas
yang pertama, 1100 tahun sebelum Albert Einstein menerbitkan karyanya tentang
relativitas. Di Barat sendiri, ada yang meragukan teori relativitas pertama
kali diajukan oleh Einstein. Sebab, ada yang berpendapat bahwa teori
relativitas pertama kali diungkapkan oleh Galileo Galilei dalam karyanya yang
berjudul Dialogue Concerning the World’s Two Chief Systems pada tahun 1632.
Dalam salah satu karyanya yang
berjudul Al-Falsafa
al-Ula, Al-Kindi telah mengungkapkan dasar-dasar teori relativitas.
Sesungguhnya, tidak mengejutkan jika ilmuwan besar sekaliber Al-Kindi telah
mencetuskan teori itu pada abad ke-9 M. Apalagi, ilmuwan kelahiran Kuffah pada
tahun 801 M itu pasti sangat menguasai kitab suci Al-qur’an. Sebab, tidak
diragukan lagi bahwa ayat-ayat Al-qu’ran
mengandung pengetahuan yang absolut dan selalu menjadi kunci tabir misteri yang
meliputi alam semesta raya ini.
Menurut Al-Kindi, fisik bumi dan
seluruh fenomena fisik adalah relatif.
Al-Kindi menulis:
“Relativitas, adalah esensi dari hukum eksistensi. Waktu, ruang,
gerakan, dan benda, semuanya relatif dan tidak absolut.”
Namun,
ilmuwan Barat seperti Galileo, Descartes, dan Newton, menganggap semua fenomena
itu sebagai sesuatu yang absolut. Hanya Einstein yang sepaham dengan Al-Kindi.
Al-Kindi juga menulis:
“Waktu hanya eksis dengan gerakan; benda dengan gerakan; gerakan dengan
benda, . . . jika ada gerakan, di sana perlu benda; jika ada sebuah
benda, di sana perlu gerakan.”
Pernyataan
Al- Kindi itu menegaskan bahwa seluruh fenomena fisik adalah relatif satu sama
lain. Mereka tidak independen dan tidak juga absolut. Gagasan yang dilontarkan
Al-Kindi itu sama dengan apa yang diungkapkan Einstein dalam teori relativitas
umum.
Einstein menulis dalam La Relativite:
“Sebelum teori relativitas dicetuskan, fisika klasik selalu menganggap
bahwa waktu adalah absolut.”
Menurut
Einstein, pendapat yang dilontarkan oleh Galileo, Descartes, dan Newton itu tak
sesuai dengan definisi waktu yang sebenarnya.
Menurut Al-Kindi, benda, waktu,
gerakan, dan ruang tidak hanya relatif terhadap satu sama lain, namun juga ke
objek lainnya dan pengamat yang memantau mereka. Pendapat Al-Kindi itu sama
dengan apa yang diungkapkan Einstein.
Dalam Al-Falsafa al-Ula, Al-Kindi mencontohkan seseorang melihat sebuah objek yang
ukurannya lebih kecil atau lebih besar menurut pergerakan vertikal antara bumi
dan langit. Jika orang itu naik ke atas langit, dia melihat pohon-pohon lebih
kecil. Jika dia bergerak ke bumi, dia melihat pohon-pohon itu jadi lebih besar.
Al-Kindi berkesimpulan:
“Kita tidak dapat mengatakan bahwa sesuatu itu kecil atau besar secara
absolut. Tetapi, kita dapat mengatakan bahwa sesuatu itu lebih kecil atau lebih
besar dalam hubungan kepada objek yang lain.”
Menurut
Einstein, tidak ada hukum yang absolut dalam pengertian hukum tidak terikat
pada pengamat. Sebuah hukum harus dibuktikan melalui pengukuran.
Al-Kindi menyatakan:
“Seluruh fenomena fisik, seperti manusia menjadi dirinya, adalah relatif
dan terbatas. Meski setiap manusia tidak terbatas dalam jumlah dan
keberlangsungan, mereka terbatas; waktu, gerakan, benda, dan ruang yang juga
terbatas.”
Einstein
lagi-lagi menyetujui pernyataan Al-Kindi yang dilontarkannya pada abad ke-11 M
tersebut, dalam sebuah pernyataan:
“Eksistensi dunia ini terbatas
meskipun eksistensi tidak terbatas.”
Dengan teori itu, Al-Kindi tidak
hanya mencoba menjelaskan seluruh fenomena fisik. Namun, dia juga membuktikan
eksistensi Tuhan. Karena itu adalah konsekuensi logis dari teorinya. Di akhir
hayatnya, Einsten pun mengakui eksistensi Tuhan. Teori relativitas yang
diungkapkan kedua ilmuwan berbeda zaman itu pada dasarnya sama. Namun,
penjelasan Einstein telah dibuktikan dengan sangat teliti.
B. Relativitas Dalam Al-Qur’an
Alam
semesta raya ini selalu diselimuti misteri. Kitab suci Al-qur’an yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. sebagai petunjuk bagi umat manusia merupakan
kuncinya. Allah swt. telah menjanjikan bahwa Al-qur’an merupakan petunjuk hidup
bagi orang-orang yang bertakwa. Untuk membuka selimut misteri alam semesta itu,
Allah swt. memerintahkan manusia agar berpikir.
Berikut ini adalah beberapa ayat Al-qur’an yang membuktikan teori relativitas itu.
Berikut ini adalah beberapa ayat Al-qur’an yang membuktikan teori relativitas itu.
“…. Sesungguhnya, sehari di sisi Tuhanmu adalah seperti seribu tahun
dari tahun-tahun yang kamu hitung.” (QS. Al-Hajj: 47)
“Dia mengatur urusan langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik
kepada-Nya dalam satu hari yang kadarnya (lamanya) adalah seribu tahun menurut
perhitunganmu.”
(QS. As-Sajdah: 5)
“Yang datang dari Allah, yang mempunyai tempat-tempat naik.
Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan dalam sehari yang
kadarnya lima puluh ribu tahun.” (QS. Al-Ma’aarij: 3-4)
“Dan, kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya.
Padahal, ia berjalan sebagaimana jalannya awan. (Begitulah) perbuatan Allah
yang membuat dengan kokoh tiap-tiap sesuatu. Sesungguhnya, Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. An-Naml: 88)
“Allah bertanya, ‘Berapa tahunkah lamanya kamu tinggal di bumi?’ Mereka
menjawab, ‘Kami tinggal (di bumi) sehari atau setengah hari. Maka, tanyakanlah
kepada orang-orang yang menghitung.’ Allah berfirman, ‘Kamu tidak tinggal (di
bumi) melainkan sebentar saja, kalau kamu sesungguhnya mengetahui’.” (QS.
Al-Mu’minnun: 112-114).
Demikian sedikit ilmu yang dapat saya bagikan. Semoga Bermanfaat.
Wallahu a'lam. Wassalamu'alaikum.
Sumber :
0 komentar:
Posting Komentar