Selasa, 02 Mei 2017

TEORI RELATIVITAS MENURUT AL-KINDI, EINSTEIN, dan AL-QUR’AN


A. Teori Relativitas Al-Kindi
Yusuf Ibnu Ishaq Al-Kindi adalah seorang ilmuwan Muslim jenius yang hidup di era Dinasti Abbasiyah berkuasa di Baghdad. Tidak kurang dari lima periode khalifah dilaluinya, yaitu Al-Amin (809-813), Al-Ma’mun (813-833), Al-Mu’tasim (833-842), Al-Wasiq (842-847), dan Al-Mutawakil (847-861). Kepandaian dan kemampuannya dalam menguasai berbagai ilmu, termasuk kedokteran, membuatnya diangkat menjadi guru dan tabib kerajaan. Khalifah juga mempercayainya untuk berkiprah di Baitul Hikmah yang kala itu gencar menerjemahkan buku-buku ilmu pengetahuan dari berbagai bahasa, seperti Yunani, Romawi, dan Persia.
Ketika Khalifah Al-Ma’mun wafat dan digantikan putranya, Al-Mu’tasim, posisi Al-Kindi semakin diperhitungkan dan mendapatkan peran yang besar. Dia secara khusus diangkat menjadi guru bagi putranya. Al-Kindi mampu menghidupkan paham Muktazilah. Berkat peran Al-Kindi pula, paham yang mengutamakan rasionalitas itu ditetapkan sebagai paham resmi kerajaan.
Menurut Al-Nadhim, selama berkutat dan bergelut dengan ilmu pengetahuan di Baitul Hikmah, Al-Kindi telah melahirkan 260 karya. Di antara sederet buah pikirnya itu telah dituangkan dalam risalah-risalah pendek yang tak lagi ditemukan. Karya-karya yang dihasilkannya menunjukan bahwa Al-Kindi adalah seorang yang berilmu pengetahuan yang luas dan dalam.
Ratusan karyanya itu dipilah ke berbagai bidang, seperti filsafat, logika, ilmu hitung, musik, astronomi, geometri, medis, astrologi, dialektika, psikologi, politik, dan meteorologi. Bukunya yang paling banyak adalah geometri sebanyak 32 judul. Filsafat dan kedokteran masing-masing mencapai 22 judul. Logika sebanyak 9 judul dan fisika 12 judul.
Akhir-akhir ini, banyak teori bermunculan bahwa Al-Kindi adalah pencetus teori relativitas yang pertama, 1100 tahun sebelum Albert Einstein menerbitkan karyanya tentang relativitas. Di Barat sendiri, ada yang meragukan teori relativitas pertama kali diajukan oleh Einstein. Sebab, ada yang berpendapat bahwa teori relativitas pertama kali diungkapkan oleh Galileo Galilei dalam karyanya yang berjudul Dialogue Concerning the World’s Two Chief Systems pada tahun 1632.


Dalam salah satu karyanya yang berjudul Al-Falsafa al-Ula, Al-Kindi telah mengungkapkan dasar-dasar teori relativitas. Sesungguhnya, tidak mengejutkan jika ilmuwan besar sekaliber Al-Kindi telah mencetuskan teori itu pada abad ke-9 M. Apalagi, ilmuwan kelahiran Kuffah pada tahun 801 M itu pasti sangat menguasai kitab suci Al-qur’an. Sebab, tidak diragukan lagi bahwa ayat-ayat Al-qu’ran mengandung pengetahuan yang absolut dan selalu menjadi kunci tabir misteri yang meliputi alam semesta raya ini.
Menurut Al-Kindi, fisik bumi dan seluruh fenomena fisik adalah relatif.
Al-Kindi menulis:
“Relativitas, adalah esensi dari hukum eksistensi. Waktu, ruang, gerakan, dan benda, semuanya relatif dan tidak absolut.”
Namun, ilmuwan Barat seperti Galileo, Descartes, dan Newton, menganggap semua fenomena itu sebagai sesuatu yang absolut. Hanya Einstein yang sepaham dengan Al-Kindi.
Al-Kindi juga menulis:
“Waktu hanya eksis dengan gerakan; benda dengan gerakan; gerakan dengan benda, . . .  jika ada gerakan, di sana perlu benda; jika ada sebuah benda, di sana perlu gerakan.”
Pernyataan Al- Kindi itu menegaskan bahwa seluruh fenomena fisik adalah relatif satu sama lain. Mereka tidak independen dan tidak juga absolut. Gagasan yang dilontarkan Al-Kindi itu sama dengan apa yang diungkapkan Einstein dalam teori relativitas umum.
Einstein menulis dalam La Relativite:
“Sebelum teori relativitas dicetuskan, fisika klasik selalu menganggap bahwa waktu adalah absolut.”
Menurut Einstein, pendapat yang dilontarkan oleh Galileo, Descartes, dan Newton itu tak sesuai dengan definisi waktu yang sebenarnya.
Menurut Al-Kindi, benda, waktu, gerakan, dan ruang tidak hanya relatif terhadap satu sama lain, namun juga ke objek lainnya dan pengamat yang memantau mereka. Pendapat Al-Kindi itu sama dengan apa yang diungkapkan Einstein.
Dalam Al-Falsafa al-Ula, Al-Kindi mencontohkan seseorang melihat sebuah objek yang ukurannya lebih kecil atau lebih besar menurut pergerakan vertikal antara bumi dan langit. Jika orang itu naik ke atas langit, dia melihat pohon-pohon lebih kecil. Jika dia bergerak ke bumi, dia melihat pohon-pohon itu jadi lebih besar.
Al-Kindi berkesimpulan:
“Kita tidak dapat mengatakan bahwa sesuatu itu kecil atau besar secara absolut. Tetapi, kita dapat mengatakan bahwa sesuatu itu lebih kecil atau lebih besar dalam hubungan kepada objek yang lain.”
Menurut Einstein, tidak ada hukum yang absolut dalam pengertian hukum tidak terikat pada pengamat. Sebuah hukum harus dibuktikan melalui pengukuran.
Al-Kindi menyatakan:
“Seluruh fenomena fisik, seperti manusia menjadi dirinya, adalah relatif dan terbatas. Meski setiap manusia tidak terbatas dalam jumlah dan keberlangsungan, mereka terbatas; waktu, gerakan, benda, dan ruang yang juga terbatas.”
Einstein lagi-lagi menyetujui pernyataan Al-Kindi yang dilontarkannya pada abad ke-11 M tersebut, dalam sebuah pernyataan:
“Eksistensi dunia ini terbatas meskipun eksistensi tidak terbatas.”
Dengan teori itu, Al-Kindi tidak hanya mencoba menjelaskan seluruh fenomena fisik. Namun, dia juga membuktikan eksistensi Tuhan. Karena itu adalah konsekuensi logis dari teorinya. Di akhir hayatnya, Einsten pun mengakui eksistensi Tuhan. Teori relativitas yang diungkapkan kedua ilmuwan berbeda zaman itu pada dasarnya sama. Namun, penjelasan Einstein telah dibuktikan dengan sangat teliti.

B. Relativitas Dalam Al-Qur’an
Alam semesta raya ini selalu diselimuti misteri. Kitab suci Al-qur’an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. sebagai petunjuk bagi umat manusia merupakan kuncinya. Allah swt. telah menjanjikan bahwa Al-qur’an merupakan petunjuk hidup bagi orang-orang yang bertakwa. Untuk membuka selimut misteri alam semesta itu, Allah swt. memerintahkan manusia agar berpikir.
Berikut ini adalah beberapa ayat Al-qur’an yang membuktikan teori relativitas itu.
“…. Sesungguhnya, sehari di sisi Tuhanmu adalah seperti seribu tahun dari tahun-tahun yang kamu hitung.” (QS. Al-Hajj: 47)
“Dia mengatur urusan langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepada-Nya dalam satu hari yang kadarnya (lamanya) adalah seribu tahun menurut perhitunganmu.”
(QS. As-Sajdah: 5)
“Yang datang dari Allah, yang mempunyai tempat-tempat naik. Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya lima puluh ribu tahun.” (QS. Al-Ma’aarij: 3-4)
“Dan, kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya. Padahal, ia berjalan sebagaimana jalannya awan. (Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan kokoh tiap-tiap sesuatu. Sesungguhnya, Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. An-Naml: 88)
“Allah bertanya, ‘Berapa tahunkah lamanya kamu tinggal di bumi?’ Mereka menjawab, ‘Kami tinggal (di bumi) sehari atau setengah hari. Maka, tanyakanlah kepada orang-orang yang menghitung.’ Allah berfirman, ‘Kamu tidak tinggal (di bumi) melainkan sebentar saja, kalau kamu sesungguhnya mengetahui’.” (QS. Al-Mu’minnun: 112-114).

Demikian sedikit ilmu yang dapat saya bagikan. Semoga Bermanfaat.
Wallahu a'lam. Wassalamu'alaikum.

Sumber :


Share:

0 komentar:

Posting Komentar