Senin, 01 Mei 2017

IBNU BAJJAH, ILMUWAN PENGUNGKAP ILMU GERAK

''Avempace''. Begitulah ilmuwan Barat biasa menyebut Ibnu Bajjah, ilmuwan Muslim terkemuka di era kejayaan Islam Spanyol. Ziaduddin Sardar dalam bukunya, Science in Islamic Philosopy, menabalkan Ibnu Bajjah sebagai sarjana Muslim multitalenta. Ibnu Bajjah dikenal sebagai seorang astronom, musisi, dokter, fisikawan, psikolog, pujangga, filsuf, dan ahli logika serta matematikus. Sejatinya, Ibnu Bajjah bernama Abu-Bakr Muhammad Ibnu Yahya Ibnu Al-Sayigh. Namun, ia lebih populer dengan panggilan Ibnu Bajjah yang berarti "anak emas". Sang ilmuwan agung ini terlahir di Saragosa, Spanyol, tahun 1082 M. Ibnu Bajjah mengembangkan beragam ilmu pengetahuan di zaman kekuasaan Dinasti Murabbitun.
            Ibnu Bajjah dikenal sebagai penyair yang hebat. Pamornya sebagai seorang sastrawan dan ahli bahasa begitu mengilap. Salah satu bukti kehebatannya dalam bidang sastra dibuktikannya dengan meraih kemenangan dalam kompetisi puisi bergengsi di zamannya. Emilio Gracia Gomes dalam esainya bertajuk, Moorish Spain, mencatat Ibnu Bajjah sebagai seorang sastrawan hebat. Menurut seorang penulis kontemporer, Ibnu Khaqan, selain dikenal  sebagai seorang penyair, Ibn Bajjah juga dikenal sebagai musisi. Ia piawai bermain musik, terutama gambus.
           Ibnu Bajjah adalah ilmuwan yang hafal Alquran. Kehebatannya  dalam filasat setara dengan Al-Farabi ataupun Aristoteles. Pemikirannya tentang filsafat sangat memengaruhi Ibnu Rusyd dan Albertus Magnus. Ibnu Bajjah menemukan gagasan filsafat ketuhanan. Ia menetapkan manusia boleh berhubungan dengan akal fa'al melalui perantaraan ilmu pengetahuan dan pembangunan potensi manusia. Menurutnya, manusia boleh mendekati Tuhan melalui amalan berpikir dan tidak semestinya melalui amalan tasawuf yang dikemukakan Imam Al-Ghazali. Dengan ilmu dan amalan berpikir tersebut, segala keutamaan dan perbuatan moral dapat diarahkan untuk memimpin serta menguasai jiwa. Ia meyakini usaha ini dapat menumpas sifat hewani yang bersarang dalam hati dan diri manusia. 
            Pandangan filsuf multitalenta ini dipengaruhi oleh ide-ide Al-Farabi. Ia menuangkannya dalam Risalah //al-Wida// dan Kitab Tadbir al-Muttawwahid. Di dalam risalah dan kitab tersebut terlihat jelas pembelaannya terhadap karya-karya Al-Farabi dan Ibnu Sina. Sebagian pemikir mengatakan bahwa Kitab Tadbir al-Muttawwahid sama dengan buku al-Madinah al'Fadhilah yang ditulis Al-Farabi. Al-Farabi dan Ibnu Bajjah meletakkan ilmu untuk mengatasi segala-galanya. Mereka hampir sependapat bahwa akal dan wahyu merupakan satu hakikat yang padu. Upaya untuk memisahkan kedua-duanya hanya akan melahirkan sebuah masyarakat dan negara yang pincang. Oleh sebab itu, akal dan wahyu harus menjadi dasar dan asas pembinaan sebuah negara serta masyarakat yang bahagia. Ibnu Bajjah pun sangat menguasai logika. Menurutnya, sesuatu yang dianggap ada itu sama benar-benar ada atau tidak ada bergantung pada yang diyakini ada atau hanyalah suatu kemungkinan.Justru, apa yang diyakini itulah sebenarnya satu kebenaran dan sesuatu kemungkinan itu boleh jadi mungkin benar dan tidak benar. Kenyataannya, banyak perkara di dunia yang tidak dapat diuraikan menggunakan logika. Jadi, Ibnu Bajjah belajar ilmu-ilmu lain untuk membantunya memahami hal-hal yang berkaitan dengan metafisika, seperti ilmu sains dan fisika.

                                Kontribusi Ibnu Bajjah dalam Bidang Sains Astronomi
       
Ibnu Bajjah ternyata turut berperan dalam mengembangkan ilmu astronomi Islam. Seorang ilmuwan Yahudi dari Andalusia, Moses Maimonides, menyatakan bahwa Ibnu Bajjah telah mencetuskan sebuah model planet. ''Saya pernah mendengar Ibnu Bajjah telah menemukan sebuah sistem yang tak menyebut terjadinya epicycles. Saya belum pernah mendengar itu dari muridnya,'' ungkap Maimonides. Selain itu, Ibnu Bajjah pun telah mengkritisi pendapat Aristoteles tentang Meteorologi. Ia bahkan telah mengungkapkan sendiri teorinya tentang Galaksi Bima Sakti. Ibnu Bajjah menegaskan, Galaksi Bima Sakti sebagai sebuah fenomena luar angkasa yang terjadi di atas bulan dan wilayah sub-bulan.  Pendapatnya itu dicatat dalam Ensiklopedia Filsafat Stanford sebagai berikut: ''Bima Sakti adalah cahaya bintang-bintang yang sangat banyak yang nyaris berdekatan satu dengan yang lainnya. Cahaya kumpulan bintang itu membentuk sebuah ''khayal muttasil'' (gambar yang berkelanjutan). Menurut Ibnu Bajjah, ''khayal muttasil'' itu sebagai hasil dari pembiasan (refraksi).'' Guna mendukung penjelasannya itu, Ibnu Bajjah pun melakukan pengamatan terhadap hubungan dua planet, yakni Yupiter dan Mars pada 500 H/1106 M.  

Fisika
             Dalam bidang fisika Islam, Ibnu Bajjah mengungkapkan hukum gerakan. Prinsip-prinsip yang dikemukakannya itu menjadi dasar bagi pengembangan ilmu mekanik modern. Pemikirannya dalam bidang fisika banyak memengaruhi fisikawan Barat abad pertengahan, seperti Galileo Galilei. Tak heran, jika hukum kecepatan yang dikemukakannya sangat mirip dengan yang dipaparkan Galilei. Menurut Ibnu Bajjah: Kecepatan =  Gaya Gerak - Resistensi Materi. Ibnu Bajjah pun adalah fisikawan pertama yang mengatakan selalu ada gaya reaksi untuk setiap gaya yang memengaruhi. Ibnu Bajjah pun sangat memengaruhi pemikiran Thomas Aquinas mengenai analisis gerakan. Inilah salah satu bukti betapa peradaban barat banyak terpengaruh dengan sains yang dikembangkan ilmuwan Muslim. 

Demikian ilmu yang dapat saya bagikan. Semoga Bermanfaat.
Wallahu a’lam. Wassalamu’alaikum.

Sumber :



Share:

0 komentar:

Posting Komentar